Sumber :
Tempo.co
|
Lukisan Che Guevara |
TEMPO.CO,
Havana
- Warga Kuba dan Bolivia, pada 9 Oktober 2013, mengenang gerilyawan
legendaris asal Cuba-Argentina, Ernesto "Che" Guevara, yang tewas
dieksekusi tentara Bolivia, pada hari itu, tahun 1967 lalu. Bolivia
dibantu dinas rahasia Amerika Serikat, Central Intelligence Agency
(CIA), dalam perburuan legenda perang gerilya dari Amerika Latin itu.
Felix
Rodriguez, agen CIA yang ditugaskan untuk membantu Bolivia memburu pria
yang akrab disapa Che itu, juga mengenang saat-saat ia berpartisipasi
dalam perburuan bersejarah tersebut, dalam wawancara kepada Newsmax.
Kisahnya dimuat Newsmax edisi 8 Oktober 2013.
Berbeda dengan para
pemuja yang menyebut Che sebagai legenda perang gerilya dan salah satu
ikon pejuang Marxis, Rodriguez menilai ia seorang kriminal dan tak layak
dipuja. "Saya percaya bahwa pada akhirnya orang akan melihat seperti
apa dia sebenarnya. Dia adalah seorang pembunuh," kata dia.
Rodriguez,
Veteran perang Vietnam dan ikut dalam invasi Amerika Serikat ke Kuba
--yang dikenal sebagai invasi Teluk Babi, direkrut untuk melatih dan
memimpin tim untuk melacak Guevara, tokoh yang berjasa besar dalam
Revolusi Kuba bersama Fidel Castro.
Saat ia ditugaskan untuk
memburunya, Rodriguez berbicara dengan pejabat militer Kuba yang melatih
Guevara di Meksiko. Ia pun mendapat informasi bahwa Che memiliki
ketertarikan kuat terhadap kekerasan. Guevara sudah di Bolivia saat
Rodriguez diperintahkan untuk melacaknya. Guevara ingin menggulingkan
pemerintahan Bolivia, untuk memicu sebuah revolusi seperti yang
dilakukannya bersama Castro di Kuba.
Seorang informan memberi
tahu Pasukan Khusus Bolivia soal dugaan lokasi perkemahan pasukan
gerilya yang dipimpin Che, yaitu dis ebua tempat yang dikenal sebagai
Yuro Ravine. Pada akhir September 1967, sebuah unit yang dipimpin oleh
Letnan Eduardo Galindo berhasil membunuh tiga gerilyawan pasukan Che di
daerah itu.
"Jadi kita tahu pada waktu itu bahwa Che pasti di
daerah tersebut. Dengan informasi ini saya menemui Kolonel Zenteno
Anaya, kepala markas divisi ACE, dan memintanya untuk menggerakkan
batalyon untuk melakukan operasi, meski hanya memiliki dua minggu untuk
melatihnya," kata Rodriguez.
Pada 7 Oktober 1967, salah satu
kompi batalion yang dipimpin Gary Prado menerima laporan intelijen dari
seorang petani bahwa ada suara-suara di tempat yang tak ada orang yang
seharusnya tinggal di sana. "Malam itu Gary Prado mengepung Quebrada del
Yuro dengan kurang dari 200 orang," kata Rodriguez.
Keesokan
harinya, pasukan itu terlibat baku tembak dengan pasukan Che. Gerilyawan
legendaris itu terluka di kaki kanannya dan ditangkap tentara Bolivia.
"Tentara
yang menangkapnya mengatakan kepada saya bahwa ketika (Guevara)
bertatap muka dengan tentara itu, ia mengatakan kepada mereka, 'Jangan
tembak. Saya Che. Saya lebih berharga dalam keadaan hidup bagi Anda
daripada mati'," kata Rodriguez.
Guevara akhirnya dikirim ke
Prado, dan ia ditahan di sebuah sekolah tua. Rodriguez merayakan
penangkapan ini dengan Kolonel Zenteno di Vallegrande dan bertanya
apakah ia bisa menemani sang kolonel untuk melihat Guevara. Keesokan
harinya, Zenteno dan Rodriguez naik helikopter ke Higueras, tempat
Guevara ditahan.
"Perasaan saya campur aduk... Ketika saya melihat dia untuk pertama
kalinya, saya kasihan padanya," kenang Rodriguez. "Dia tampak seperti
seorang pengemis. Dia seorang pria yang bahkan tidak memiliki seragam,
ia tidak memiliki sepasang sepatu bot, ia hanya memiliki sepasang sepatu
kulit yang dipakainya."
Selama interogasi, Zenteno melakukan
semua hal untuuk membuat Guevara buka mulut. Tapi, Che tidak mengucapkan
sepatah kata pun. Ketika Rodriguez kembali ke sekolah itu, Guevara
telah diikat dan berada di lantai dengan tubuh dua orang Kuba yang sudah
mati di depannya. "Jadi saya berdiri di depannya dan berkata, 'Che
Guevara, saya datang untuk bicara denganmu'," kata Rodriguez.
"Dia
menatapku dengan agak sombong dan berkata, 'Tidak ada orang yang bicara
padaku, tidak ada yang menginterogasi saya'. Kemudian saya berkata,
saya tidak datang ke sini hanya untuk menginterogasi Anda. Saya
mengagumi Anda. Anda diperalat kepala negara di Kuba dan Anda seperti
ini karena Anda percaya pada cita-cita Anda meskipun saya tahu mereka
adalah salah. Saya datang ke sini untuk berbicara dengan Anda. "
"Jadi
dia melihat ke arah saya untuk beberapa saat untuk melihat apakah saya
akan tertawa. Ketika ia melihat bahwa aku serius, dia berkata, 'Bisakah
kau melepaskanku? Dapatkah saya duduk?' Saya meminta kepada seorang
prajurit di luar --saya memberikan perintah sampai tiga kali- untuk
melepaskan ikatan Komandan Guevara."
"Tentara datang dan akhirnya
melepaskan ikatannya. Kami mendudukkannya di bangku kecil dan kami
mulai bicara," lanjut Rodriguez. "Setiap kali saya mengajukan pertanyaan
taktis untuk kepentingan kami, dia berkata, 'Saya tidak bisa menjawab
itu'."
Pada satu titik, Rodriguez mengatakan, ia akhirnya bisa
membuat Guevara berbicara setelah menhyinggung aksi revolusionernya yang
naas di Afrika.
"Anda tidak ingin bicara tentang Afrika tapi
kami diberitahu oleh orang-orang Anda sendiri, Anda senang memiliki
10.000 gerilyawan dan mereka prajurit yang sangat miskin," kata
Rodriguez kepada Guevara. "Lalu dia mengatakan, 'Yah, kalau saya punya
10.000 gerilyawan itu akan menjadi perbedaan besar. Tapi kamu benar,
mereka prajurit yang sangat miskin.' Dan kami bicara tentang
perekonomian Kuba, tentang situasi yang berbeda (antara Kuba dan
Afrika)."
Ketika Rodriguez menanyakan mengapa Guevara memilih
bergerilya di Bolivia, ini alasan yang disampaikan Che. Satu, negara ini
jauh dari Amerika Serikat. Kedua, ini negara yang sangat miskin
sehingga ia tidak yakin Amerika Serikat akan memiliki banyak kepentingan
di Bolivia. Ketiga, dan yang paling penting baginya, ini berbatasan
dengan lima negara yang berbeda.
Guevara, kata Rodriguez,
mengatakan bahwa jika ia mampu mengambil alih Bolivia, akan menjadi
lebih mudah bagi gerakan revolusi menyebar ke Argentina, Brazil, Chili,
Peru --negara-negara di sebelah Bolivia.
Sebagai agen CIA, Rodriguez mengaku mendapatkan perintah untuk
menjaga agar Che tetap hidup, meski dalam perburuan itu komando ada di
tangan Bolivia dan ia hanya bertindak sebagai penasihat. Rodriguez
merasa Bolivia tidak tertarik untuk membiarkan Che hidup.
"Setelah
dia ditangkap, saya meminta Kolonel Zenteno untuk membiarkannya tetap
hidup. Sementara aku berbicara dengannya, meski putus sambung, karena
Zenteno berada di daerah operasi. Saat itulah datang panggilan telepon,
termasuk panggilan kode naas nomor 500 dan 600."
Apa arti kode
itu? "Itu adalah kode yang sangat sederhana yang kami ciptakan: 500
adalah kode untuk Che Guevara, 600 adalah kode untuk membunuhnya, dan
700 adalah kode untuk membuatnya tetap hidup. Dan perintah yang datang
dari presiden Bolivia dan panglima tertinggi angkatan bersenjata adalah
500, 600," kata Rodriguez . "Jadi, ketika Zenteno turun dari bukit
sebelum ia pergi, saya memanggilnya dan saya katakan, 'kolonel, ada
perintah dari komando tertinggi untuk mengenyahkan tahanan."
Zenteno
saat itu melihat jam tangannya dan berkata kepada Rodriguez, "Anda
punya waktu sampai 02.00 sore untuk menginterogasinya."
Seorang
pilot helikopter tiba dengan kamera dan mengatakan bahwa kepala
intelijen Bolivia menginginkan foto Guevara sebagai tahanan.
Seorang
wanita Bolivia mendekati sekolah dimana Guevara ditahan dan bertanya
apa yang terjadi. "Dia berkata, 'Kami melihat Anda difoto dengan dia di
luar sana dan lihat, siaran radio sudah memberi kabar bahwa dia
meninggal karena luka pertempuran," kenang Rodriguez.
"Jadi pada
titik itu saya pikir tidak ada perintah yang berbeda. Jadi saya datang
ke ruangan itu, berdiri tepat di depannya (Che), dan berkata, 'Komandan,
saya minta maaf, saya sudah mencoba yang terbaik'."
"Dia sangat
memahami apa yang saya katakan. Wajahnya berubah menjadi putih seperti
selembar kertas. Ia mengatakan, 'Lebih baik seperti ini. Saya seharusnya
tidak pernah ditangkap hidup-hidup'."
Che menarik pipa dari
punggungnya dan berkata, "Saya ingin memberikan pipa ini ke soldadito,
seorang tentara yang memperlakukan saya dengan baik."
Pada saat itu, Sersan Mario Teran, orang yang diperintahkan melakukan eksekusi, masuk ke dalam ruangan.
Rodriguez
bertanya kepada Che apakah ia ingin mengirim pesan kepada keluarganya?
Sang gerilyawan merespon dengan cara sarkastik, dan mengatakan,
"Baiklah. Jika bisa, beritahu Fidel bahwa dia akan segera melihat sebuah
revolusi kemenangan di Amerika."
Setelah mengatakan itu, Che
lantas mengubah ekspresinya dan mengatakan, "Jika Anda bisa, beritahu
istri saya untuk menikah lagi dan mencoba untuk bahagia."
"Itulah
kata-kata terakhirnya. Dia mendekati saya. Kami berjabat tangan, dan
berpelukan. Dan dia lantas berdiri ke tempatnya semula, mungkin berpikir
aku menjadi salah satu orang yang akan menembaknya," kata Rodriguez.
Rodriguez
mengaku meninggalkan ruangan itu. Sekitar 20 menit kemudian, ia
mendengar bunyi ledakan pendek. "Sersan Teran meminjam karabin M-2...
Saya tahu dia masuk ke ruangan (Che) dan menembaknya."
Che
akhirnya mati. Seorang pendeta tiba untuk memberinya berkah Katolik.
Rodriguez mengambil beberapa foto Che dan merenungkan apa yang baru saja
terjadi. "Saya berpikir dalam hati, pria ini adalah seorang ateis, yang
tidak percaya pada Tuhan, namun mendapat ritual terakhir dari Gereja
Katolik," kenang Rodriguez.
Ia akhirnya pergi bersama pejabat
militer Bolivia, naik helikopter, dan mendarat di Vallegrande, bersama
mayat Che Guevara. Di sana sudah ada 2.000 orang yang menunggu bersama
kontingen militer.
"Ada 15 pesawat yang berbeda. Empat pesawat
militer dari orang-orang militer yang berbeda. Jadi saya hanya menunduk
saat helikopter mendarat dan berlari ke kerumunan agar saya tak
terfoto," kata Rodriguez. Ia merunduk karena tak ingin tertangkap kamera
saat sedang menjalankan operasi.
Rodriguez juga mengingat pertemuan mengerikan sehari setelah Che meninggal.
"Kami
melakukan pertemuan dengan Jenderal Ovando Candia, komandan Angkatan
Bersenjata Bolivia. Pada pertemuan itu dia melihat ke salah satu kolonel
dan berkata, 'Lihat, jika Fidel menyangkal ini adalah Che Guevara, kita
perlu bukti nyata itu. Potong kepalanya dan memasukkannya ke dalam
formaldehida'."
"Saya katakan, 'Jenderal, Anda tidak bisa
melakukan itu. Dia mengatakan, 'Mengapa tidak? Sudah bisa diduga Fidel
Castro akan menyangkal ini adalah Che Guevara'."
"Anda tidak
bisa menunjukkan kepala manusia," kata Rodriguez. "Jika Anda ingin bukti
nyata, kita memiliki sidik jarinya dan polisi federal Argentina dapat
memeriksanya. Potong satu jari... Ia (Candia) memerintahkan kolonelnya
untuk memotong dua tangan."
Setelah itu, Rodriguez pergi. Militer menggali lubang di ujung landasan untuk penguburan Guevara, bersama dua mayat lainnya.
Rodriguez
mengaku tak yakin apakah Che mati dengan cara yang benar. Tapi, kata
dia, kematiannya dengan cara ditembak itu malah membuatnya menjadi
martir bagi banyak orang. Bahkan sampai hari ini, citranya telah
diabadikan sebagai budaya tandingan, legenda budaya populer, yang oleh
mahasiswa dibabadikan melalui T-shirt dan item lainnya.
Tapi ia
menambahkan, bukan perannya untuk mengatakan bagaimana seharusnya
menangani Che. "Saya merasa bahwa saya berada di sana untuk memberi
nasihat, bukan memberi perintah. Itu adalah keputusan dari pemerintah
Bolivia," kata Rodriguez.
Newsmax | Abdul Manan